Senin, 25 November 2013

Memperingati adanya Hari Guru

GURU adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Di tetapkan pada tanggal 25 November sebagai hari guru, membuat kita menghargai betapa besar jasa mereka. Tanpa guru kita tidak akan mengerti bagaimana harus bersikap menjadi seorang yang berguna bagi nusa dan bangsa. Demikian "gelar" yang sudah sedemikian populer disematkan di dada para guru. Dari satu sisi, gelar itu cukup membanggakan, namun dari sisi lain bisa mengharukan. Disebut membanggakan karena demikian hebatnya gelar tersebut diberikan kepada guru atas usahanya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, yang oleh karena itu bisa disejajarkan dengan pahlawan. Sehingga dilihat dari segi moral bisa memotivasi bapak dan ibu guru untuk semakin sungguh-sungguh melaksanakan tugasnya yang mulia. Bisa mengharukan karena, sebagai pahlawan idealnya guru tidak terlalu banyak menuntut dan meminta imbalan sebagaimana para pahlawan berjuang tanpa pamrih. Namun, dalam kondisi kesejahteraan yang morat-marit bisakah guru hidup hanya dengan gelar dan kebanggaan saja?.
Tidak semua guru bernasib baik menjadi PNS, ribuan guru yang lain masih terkatung-katung nasibnya sebagai guru honorer yang selalu meminta belas kasihan pihak sekolah. Di Kab. Bandung saja ada sekitar 12.000 guru honorer dari berbagai jenjang. Mereka, mendapat honorar sekitar Rp 200 ribu - Rp 500 ribu/bulan atau lebih rendah lagi. Meski sudah ada komitmen pemerintah daerah, yang memberikan alokasi dana BOS kabupaten yang bertujuan salah satunya meningkatkan kesejahteraan guru non-PNS, ternyata memang tidak banyak membantu. Sebab jumlah jam mengajar guru honorer tersebut biasanya terbatas. Hal tersebut disebabkan guru PNS sendiri masih banyak yang kekurangan jam pelajaran.
Upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan telah dilakukan dengan memberikan tunjangan sertifikasi. Namun lagi-lagi nasib guru honorer tidak terlalu baik karena jumlah kuota tiap kabupaten/kota yang terbatas. Alokasi yang ada lebih diprioritaskan bagi guru PNS.
Saat ini tidak berlebihan kiranya apabila para guru adalah pahlawan yang mengharap balas jasa. Pemahaman tentang balas jasa, tentu tidak dipersepsi sebagai tindakan komersialisasi. Namun, sebagai penjual "jasa" layanan pendidikan sudah saatnya mereka berhak menikmati jerih payahnya. Dengan begitu timbul motivasi untuk meningkatkan kemampuannya serta lebih sungguh-sungguh pada profesinya. Dengan kata lain, para guru sebagai tenaga professional layak di sejajarkan dengan dokter, pengacara dsb.
Tanggal 25 Nopember diperingati sebagai Hari Guru. Peringatan itu tentu tidak dilaksanakan sekadar seremonial saja. Tetapi dijadikan refleksi atas perjalanan kiprah dan perjuangan guru dalam upaya mencetak generasi bangsa yang unggul, mandiri, dan tangguh. Tantangan yang dihadapi ke depan semakin berat.