Kasus HAKI
Ainurrohmah 19110462
Ruri Alhayat Isrin 16110278
Jurusan Sistem Informasi, Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi
Informasi
Universitas Gunadarma, 2014
ABSTRAK
Hak Cipta diatur dalam Undang-Undang No.
19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, sebelumnya diatur dalam No. 6 Tahun 1982
tentang Hak Cipta sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 7 Tahun
1987 dan diubah lagi dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 1997 beserta peraturan
pelaksanaannya.
Hak cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual, namun hak
cipta berbeda secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya
(seperti paten, yang memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi),
karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu,
melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukannya.
BAB 1. PEDAHULUAN
Hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk
mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberi izin untuk itu
dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Di Indonesia, masalah hak cipta diatur dalam Undang-undang Hak Cipta,
yaitu, yang berlaku saat ini, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002. Dalam
undang-undang tersebut, pengertian hak cipta adalah “hak eksklusif bagi
pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak
ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi
pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”
(pasal 1 butir 1).
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Kasus pada HAKI
Studi
Kasus Hak Cipta
Di
Indonesia seseorang dengan mudah dapat memfoto kopi sebuah buku, padahal dalam
buku tersebut melekat hak cipta yang dimiliki oleh pengarang atau orang yang
ditunjuk oleh pengarang sehingga apabila kegiatan foto kopi dilakukan dan tanpa
memperoleh izin dari pemegang hak cipta maka dapat dikategorikan sebagai
pelanggaran hak cipta. Lain lagi dengan kegiatan penyewaan buku di taman
bacaan, masyarakat dan pengelola taman bacaan tidak sadar bahwa kegiatan
penyewaan buku semacam ini merupakan bentuk pelanggaran hak cipta. Apalagi saat
ini bisnis taman bacaan saat ini tumbuh subur dibeberapa kota di Indonesia,
termasuk Yogyakarta. Di Yogyakarta dapat dengan mudah ditemukan taman bacaan
yang menyediakan berbagai terbitan untuk disewakan kepada masyarakat yang membutuhkan.
Kedua contoh tersebut merupakan contoh kecil dari praktek pelanggaran hak cipta
yang sering dilakukan oleh masyarakat dan masyarakat tidak menyadari bahwa
tindakan yang mereka lakukan adalah bentuk dari pelanggaran hak cipta.
Padahal
jika praktek seperti ini diteruskan maka akan membunuh kreatifitas pengarang.
Pengarang akan enggan untuk menulis karena hasil karyanya selalu dibajak
sehingga dia merasa dirugikan baik secara moril maupun materil. Pengarang atau
penulis mungkin akan memilih profesi lain yang lebih menghasilkan. Selain itu
kurang tegasnya penegakan hak cipta dapat memotivasi kegiatan plagiasi di Tanah
Air. Kita tentu pernah mendengar gelar kesarjanaan seseorang dicopot karena
meniru tugas akhir karya orang lain.
Mendarah
dagingnya kegiatan pelanggaran hak cipta di Indonesia menyebabkan berbagai
lembaga pendidikan dan pemerintah terkadang tidak sadar telah melakukan
kegiatan pelanggaran hak cipta. Padahal, seharusnya berbagai lembaga pemerintah
tersebut memberikan teladan dalam hal penghormatan terhadap hak cipta. Contoh
konkritnya adalah perpustakaan, lembaga ini sebenarnya rentan akan pelanggaran
hak cipta apabila tidak paham mengenai konsep hak cipta itu sendiri. Plagiasi,
Digitalisasi koleksi dan layanan foto kopi merupakan topik-topik yang
bersinggungan di hak cipta. Akan tetapi selain rentan dengan pelanggaran hak
cipta justru lembaga ini dapat dijadikan sebagai media sosialisasi hak cipta
sehingga dapat menimalkan tingkat pelanggaran hak cipta di Tanah Air.
Perpustakaan
menghimpun dan melayankan berbagai bentuk karya yang dilindungi hak ciptanya.
Buku, jurnal, majalah, ceramah, pidato, peta, foto, tugas akhir, gambar adalah
sebagai format koleksi perpustakaan yang didalamnya melekat hak cipta. Dengan
demikian maka perpustakaan sebenarnya sangat erat hubungannya dengan hak cipta.
Bagaimana, tidak di dalam berbagai koleksi yang dimiliki perpustakaan melekat
hak cipta yang perlu dihormati dan dijaga oleh perpustakaan. Jika tidak
berhati-hati atau memiliki rambu-rambu yang jelas dalam pelayanan perpustakaan
justru perpustakaan dapat menyuburkan praktek pelanggaran hak cipta.
Untuk
itu dalam melayankan berbagai koleksi yang dimiliki perpustakaan, maka
perpustakaan perlu berhati-hati agar layanan yang diberikannya kepada
masyarakat bukan merupakan salah satu bentuk praktek pelanggaran hak cipta. Dan
idealnya perpustakaan dapat dijadikan sebagai teladan dalam penegakan hak cipta
dan sosialisasi tentang hak cipta.
Layanan
foto kopi, digitalisasi koleksi serta maraknya plagiasi karya tulis merupakan
isu serta layanan perpustakaan yang terkait dengan hak cipta. Perpustakaan
perlu memberikan pembatasan yang jelas mengenai layanan foto kopi sehingga
layanan ini tidak dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran hak cipta. Dalam
kegiatan digitalisasi koleksi, perpustakaan juga perlu berhati-hati agar
kegiatan yang dilakukan tidak melanggar hak cipta pengarang. Selain itu
perpustakaan juga perlu menangani plagiasi karya tulis dengan berbagai strategi
jitu dan bukan dengan cara proteksi koleksi tersebut sehingga tidak dapat
diakses oleh pengguna perpustakaan.
Tanggapan :
Menanggapi
kasus pelanggaran hak cipta diatas, terlihat bahwa kurangnya kesadaran
seseorang dalam menghargai hasil karya orang lain dan kurangnya kesadaran hukum
dikalangan masyarakat kita, memungkinkan orang tersebut melakukan pelanggaran
dengan cara membajak atau mengcopy sepenuhnya tanpa memperoleh izin dari
pemegang hak cipta. Akibat dari pelanggaran hak cipta tersebut adalah merusak
kreativitas seseorang yang menciptakan. Pencipta merasa dirugikan baik secara
moril maupun materiil karena hasil karyanya selalu dibajak. Hal ini disebabkan
karena ketidaktegasan penegakan hukum hak cipta di Indonesia. Pemerintah
harus dapat memberikan sanksi tegas seperti yang tertulis dalam pasal 72 tentang Undang-Undang Hak Cipta yaitu bagi
mereka yang dengan sengaja atau tanpa hak melanggar hak cipta orang lain dapat
dikenakan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling
sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7
(tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar
rupiah). Menurut saya, solusi yang perlu diterapkan yaitu perlunya
ditanamkan kesadaran kepada masyarakat agar tidak dengan mudahnya membajak
hasil karya orang lain atau pencipta. Kesadaran tersebut tentu tidak akan
tumbuh apabila tidak dibarengin dengan sanksi yang tegas dan berat agar
menimbulkan efek jera bagi masyarakat yang melanggarnya.
BAB 3. KESIMPULAN
Pelanggaran HAKI harus ditindak dengan benar karena sangat merugikin bagi orang yang memiliki karya asli tersebut. Hak cipta, memberikan kesan seakan-akan hak cipta
adalah persoalan pemilikan semata. Padalah hak cipta –menurut –juga
memiliki hubungan dengan masalah akses dan hakekat tujuannya sebagai usaha
untuk meningkatkan alur yang sehat (terbuka tapi terlindung oleh hukum) akan
informasi, ilmu pengetahuan, kebudayaan dan gagasan-gagasan lain dalam kepentingan
masyarakat (Jamie Wodetzki. “Copyright Issues for Special Libraries” dalam
Synergy in Sydney, 1995, h.197.). Menurut Wodetzki, jika pemahaman akan
tujuan-tujuan semacam ini hilang, maka hak cipta akan kehilangan relevansi dan
memiliki resiko kepunahan. Pendapat ini mengemukakan juga bahwa hak cipta
berhubungan pula dengan keseimbangan antara hak-hak penghasil informasi dan
hak-hak dari para pengguna informasi tersebut.
REFERENSI :
http://ihsan-world91.blogspot.com/2013/01/contoh-kasus-hak-cipta-dan-hak-paten.html
http://rarabebyuchul.wordpress.com/2013/05/24/pengertian-hak-cipta/