Didalam
UU No. 36 telekomunikasi berisikan sembilan bab yang mengatur hal-hal berikut
ini; Azas dan tujuan telekomunikasi, pembinaaan, penyelenggaraan
telekomunikasi, penyidikan, sanksi administrasi, ketentuan pidana, ketentuan
peralihan dan ketentuan penutup. Undang-Undang ini dibuat untuk menggantikan UU
No.3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi, karena diperlukan penataan dan
pengaturan kembali penyelenggaraan telekomunikasi nasional yang dimana semua
ketentuan itu telah di setujuin oleh DPRRI. UU ini dibuat karena ada
beberapa alasan, salah satunya adalah bahwa pengaruh globalisasi dan
perkembangan teknologi telekomunikasi yang sangat cepat telah mengakibatkan
perubahan yang mendasar dalam penyelenggaraan dan cara pandang terhadap
telekomunikasi.
Dengan munculnya undang-undang tersebut membuat banyak
terjadinya perubahan dalam dunia telekomunikasi, antara lain :
Telekomunikasi
merupakan salah satu infrastruktur penting dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
1.
Perkembangan teknologi yang sangat pesat tidak hanya terbatas pada lingkup
telekomunikasi itu saja, maleinkan sudah berkembang pada TI.
2.
Perkembangan teknologi telekomunikasi di tuntut untuk mengikuti norma dan
kebijaksanaan yang ada di Indonesia.
Pada
undang – undang no. 36 Pasal 1 dinyatakan :
1. Telekomunikasi adalah setiap
pemancaran, pengiriman, dan atau penerimaan dari
setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda,
isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio,
atau sistem elektromagnetik Iainnya.
2. Alat telekomunikasi adalah setiap
alat perlengkapan yang digunakan dalam bertelekomunikasi.
3. Perangkat telekomunikasi adalah
sekelompok alat telekomunikasi yang memungkinkan bertelekomunikasi
Undang-undang
Nomor 36 Tahun tentang Telekomunikasi, pembangunan dan penyelenggaraan
telekomunikasi telah menunjukkan peningkatan peran penting dan strategis dalam
menunjang dan mendorong kegiatan perekonomian, memantapkan pertahanan dan
keamanan, mencerdaskan kehidupan bangsa, memperlancar kegiatan pemerintah an, memperkukuh
persatuan dan kesatuan bangsa dalam kerangka wawasan nusantara, dan memantapkan
ketahanan nasional serta meningkatkan hubungan antar bangsa. Perubahan
lingkungan global dan perkembangan teknologi telekomunikasi yang berlangsung
sangat cepat mendorong terjadinya perubahan mendasar, melahirkan lingkungan
telekomunikasi yang baru, dan perubahan cara pandang dalam penyelenggaraan
telekomunikasi, termasuk hasil konvergensi dengan teknologi informasi dan
penyiaran sehingga dipandang perlu mengadakan penataan kembali penyelenggaraan
telekomunikasi nasional.
Pada UU No. 36 tentang Telekomunikasi
ASAS DAN TUJUAN
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Telekomunikasi
diselenggarakan berdasarkan asas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum,
keamanan, kemitraan, etika, dan kepercayaan pada diri sendiri.
Pasal
3
Telekomunikasi
diselenggarakan dengan tujuan untuk mendukung persatuan dan kesatuan bangsa,
meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata,
mendukung kehidupan ekonomi dan kegiatan pemerintahan, serta meningkatkan
hubungan antarbangsa.
PENYIDIKAN
Pasal
44
(1) Selain
Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, juga Pejabat Pegawai Negeri Sipil
tertentu di lingkungan Departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di
bidang telekomunikasi, diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana
dimaksud dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan
tindak pidana di bidang telekomunikasi.
(2) Penyidik
Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:
a. melakukan
pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak
pidana di bidang telekomunikasi:
b. melakukan
pemeriksaan terhadap orang dan/atau badan hukum yang diduga melakukan tindak
pidana di bidang telekomunikasi.
c. menghentikan
penggunaan alat dan/atau perangkat telekomunikasi yang menyimpangdari ketentuan
yang berlaku.
d. memanggil
orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi atau tersangka.
e. melakukan
pemeriksaan alat dan/atau perangkat telekomunikasi yang digunakan
atau diduga berkaitan dengan tindak pidana
di bidang telekomunikasi.
f. menggeledah
tempat yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana di bidang
telekomunikasi.
g. menyegel dan/atau menyita alat dan/atau perangkat
telekomunikasi yang digunakan atau yang diduga berkaitan dengan tindak pidana
di bidang telekomunikasi.
h. meminta
bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang
telekomunikasi.
mengadakan
penghentian penyidikan.
(3) Kewenangan
penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan Undang-undang Hukum Acara Pidana.
SANKSI
ADMINISTRASI
Pasal
45
Barang
siapa melanggar ketentuan Pasal 16 ayat (1),Pasal 18 ayat (2),pasal19,pasal
21,Pasal 25 ayat (2),Pasal 26 ayat (1),Pasal 29 ayat (1),Pasal 29 ayat
(2),Pasal 33 ayat (1),Pasal 33 ayat (2),Pasal 34 ayat (1),Pasal 34 ayat (2)
dikenai sanksi administrasi.
Pasal
46
(1) Sanksi
administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 berupa pencabutan izin
(2) Pencabutan
izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah diberi peringatan
tertulis.
KETENTUAN
PIDANA
Pasal
47
Barang
siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat
(1),dipidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak
Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal
48
Penyelenggara
jaringan telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 19 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau
denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal
49
Penyelenggara
telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
20,dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda
paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Pasal
50
Barang
siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22,dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak
Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal
51
Penyelenggara
komunikasi khusus yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29
ayat (1 ataau Pasal 29 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4
(empat) tahun dan atau denda paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta
rupiah).
Pasal
52
Barang
siapa memperdagangkan,membuat,merakit,memasukan atau menggunakan perangkat
telekomunikasi di wilayah Negara Republik Indonesia yang tidak sesuai dengan
persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak Rp
100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal
53
(1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 33 ayat (1) atau Pasal 33 ayat (2) dipidana dengan penjara pidana paling
lama 4 (empat) tahun dan atau denda paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat
ratus juta rupiah).
(2) Apabila
tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya
seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
Pasal
54
Barang
siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) atau
Pasal 36 Ayat (2),dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan
atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua raatus juta rupiah).
Pasal
55
Barang
siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38,dipidana dengan
pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp
600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal
56
Barang
siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40,dipidana
dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
Pasal
57
Penyelenggara
jasa telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
42 ayat (1),dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau
denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Pasal
58
Alat
dan perangkat telekomunikasi yang digunakan dalam tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 47,Pasal 48,Pasal 52,atau Pasal 56 dirampas oleh negara
dan atau dimusnahkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal
59
Perbuataan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47,Pasal 48,Pasal 49,Pasal 50,Pasal 51,Pasal
52,Pasal 53,Pasal 54,Pasal 55,Pasal 56, dan Pasal 57 adalah kejahatan.
Sumber: